Annemarie Schimmel dalam bukunya " Mystical Dimension Of Islam " mendefinisikan kata mistik sebagai, CINTA kepada Sang Mutlak. Hal ini dikarenakan kekuatan yang memisahkan mistik sejati dari sekedar pertapaan atau asceticism, adalah CINTA, sebuah kata yang sebenarnya, sebuah kekuatan yang membawa jiwa kepada Illahi. Cinta Illahi mebuat para pencarinya mampu atau lebih jauh lagi mampu menikmati segala rasa sakit dan penderitaan yang di anugrahkan Tuhan kepadanya untuk dijadikan ujian dalam memurnikan jiwanya, ( Kompas, Jum'at 08 Maret 2002 ).
Cinta Illahi atau yang dikatakan Plato sebagai cinta kepada Sang Baik, akan dapat mengantarkan jiwa sang mistiskus kehadirat Illahi. " bagaikan elang yang membawa mangsanya '' yakni memisahkan dirinya dari segala sesuatu yang tercipta dari ruang dan waktu, menjadikan sebuah kehidupan menjadi sebuah Euzen ( hidup yang bermakna atau hidup yang penuh kebaikan ), bukan hanya sekedar Zen ( hidup yang biasa ) ( Frans Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika ).
Alam dengan segala tantangannya, segala keindahannya, segala pesonanya, memberikan media bagi jiwa manusia untuk dekat dengan " Sang Kebenaran Mutlak " karena alam mempunyai aura tersendiri yang memancarkan kekuatan kodrat Illahi. Kahlil Gibran, seorang yang dipandang sebagai mistiskus cinta terbesar asia, menggunakan alam sebagai media untuk mendekatkan diri dalam mendapatkan kekuatan jiwa yang sempurna, seperti yang ia tulis dalam Prahara,
Aku mencari kesunyian karena di dalam kesunyian terdapat kehidupan jiwa dan pikiran, hati dan raga.
Aku mencari hutan belantara karena disana aku menemukan cahaya matahari, harum kembang, gemericik sungai.
Aku menacri pegunungan karena disana aku temukan kebangkitan musim semi, kerinduan musim panas, nyayian musim gugur dan kekuatan musim dingin.
Aku datang ke biara sunyi ini karena aku ingin mengetahui rahasia alam semesta dan mendekati singgasana Tuhan...
( Lorus J. Milne & Margarie J. Milne, Gunung )
Aura mistis gunung sebagai bagian dari kekuatan alam disuarakan juga oleh Homerus, seorang penyair besar Yahudi pada abad sebelum masehi, yang menyenandungkan bait pujian kepada para dewanya yang bersemayam di gunung Olympus " Begitulah singgasana para dewa di puncak cakrawala, cerah bermandikan sinar surya, disitulah para dewa bahagia mengeyam suka hari demi hari..." ( Lorus J. Milne & Margarie J. Milne, Gunung )
Bersatunya manusia dengan alam ini adalah sebuah simbiosis yang membuat manusia menemukan kebenaran sejati. Gua Hira di Bukit Cahaya ( Jabal Nur ) merupakan saksi sejarah dimana seorang manusia diangkat menjadi manusia sempurna, sementara masyarakat pada masa itu berada pada titik balik kodrat kemanusiaanya.
Satu hal yang perlu digarisbawahi bagi mereka yang mencintai alam atau mereka yang mencintai petualangan di alam, adalah menjadikan nilai mistis sebagai satu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatannya. Nilai mistis yang berdimensi spiritual adalah untuk mendekatkan diri pada Tuhan, bukan nilai mistis yang dimetaforakan menjadi salah satu nilai mistis yang berdimensi khurafat. yang menjauhkan manusia dari kesempurnaan sebagai mahluk mulia disisi Tuhan.
Tidak ada yang menyangkal bahwa alam, terutama puncak puncak gunung tinngi, menyimpan suatu kefasihan kudrati, yang dilakukan para pendeta Himalaya yang memandang pendakian sebagai suatu ziarah.
Siapapun anda, jangan pernah menyisihkan nilai mistis spiritual ini, karena semuanya berorientasi kepada Tuhan, Allah SWT...
Sumber : Tohar Khumaidi / KPMA Eka Citra, UNJ. Tulisannya pada EAN Edisi 29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar